Sambungan dari bagian 01
Mengapa Budiarta tidak pernah lagi terpikir untuk menikah selama puluhan tahun, dan mengapa akhirnya dia memutuskan untuk mengawini Sumiati, itu semua beranjak dari kondisi dirinya yang demikian. Dia tahu Sumiati gadis yang menarik dan merangsang namun sekaligus penuh pengabdian dan sangat penurut sehingga tidak terlalu dikhawatirkan bisa berbuat macam-macam di belakangnya. Yang lebih penting lagi, perwatakan itu akan membuatnya bisa melaksanakan keinginan tersembunyi yang dahulu pernah diminta bisa dilakukan tiga istri terdahulunya, namun justru akhirnya menimbulkan perceraian diantara mereka. Karena kedua istrinya itu kemudian jatuh ke tangan orang lain dengan membawa banyak hartanya.
Secara fisik, meski sudah berusia lebih enam puluh tahun, Budiarta sebenarnya masih normal. Namun secara psikis, seksualnya terganggu. Dia tidak mampu berhubungan dengan wanita secara normal. Untuk itu, ada cara-cara yang harus dilakukan untuk bisa membangunkan penisnya. Awalnya dia masih berspekulasi, keranuman Sumiati, daya tarik seksualnya serta kesuciannya sebagai gadis yang diakui Parto ayah Sumiati sendiri akan bisa secara perlahan membantu mengatasi problema dirinya. Ternyata tidak.
Berulang kali setelah malam pertama itu, Budiarta tetap gagal menyetubuhi Istrinya. Padahal dia ingin sekali menikmati keperawanan wanita yang bangun fisik serta aroma tubuhnya sangat merangsang itu. Sumiati sendiri, seperti memang diperkirakannya, terlihat tidak terlalumempermasalahkan itu. Dia terkesan sangat tidak ingin suaminya menjadikan faktor tersebut sebagai hal yang mengecewakan. Dan tampaknya, Sumiati merasa cukup puas dengan permainan tangan dan mulut suaminya di seluruh bagian tubuhnya. Dia selalu mampu berulang-ulang mencapai orgasme, meski tentunya tetap berbeda dengan orgasme yang dihasilkan oleh sebuah proses coitus sesungguhnya. Sesuatu yang dahulu pernah diterapkan Budiarta dengan tiga istrinya, segera kembali ingin diulanginya. Oleh faktor pertimbangan ketulusan pengabdian Sumiati, dia yakin, wanita itu tidak akan mengkhiantinya, seperti halnya tiga istrinya terdahulu. Ini alasan mengapa dia memutuskan untuk menjadikan Sumiati istrinya yang terakhir.
Sumiati tersentak, ketika keinginan itu dia sampaikan. Bahkan membuat wanita itu sampai gemetar karena terkejut dan penolakannya. Namun dengan halus Budiarta terus membujuk dan memberikannya pengertian.
"Aku perlu penyembuhan. Aku tidak akan bisa sembuh, tanpa terapi seks yang benar. Dan ini adalah salah satu yang dianjurkan oleh seorang ahli kepada Mas," kata Budiarta malam itu, usai membuat istrinya dua kali orgasme dengan tangan dan mulutnya.
Sumiati menelan ludahnya berulang kali dengan bingung.
"Lelaki itu hanya untuk membangkitkan kemampuan Mas. Dia nanti akan mencumbumu, namun tidak sampai menyetubuhimu. Nanti setelah punya Mas ini bangun, dia akan pergi dan selanjutnya kita akan bisa berhubungan dengan normal. Ini juga perlu untukmu, Sum. Kau tidak boleh hanya menikmati hubungan seperti selama ini."
"Tapi, kenapa.. kenapa harus begitu?"
"Jika melihat kau dirangsang oleh orang lain, maka nafsu Mas akan bisa dibangkitkan sampai ke puncaknya yang membuat punya Mas bisa bangun. Mas pernah melakukan ini dengan istri-istri Mas terdahulu, tapi sayangnya mereka akhirnya menghianati Mas. Tapi Mas yakin, Sumiati tidak akan memiliki pikiran sekotor mereka itu."
Sumiati seperti termangu. Budiarta terus melontarkan bujukannya. Dia meyakinkan wanita muda itu, bahwa apa yang akan dilakukannya dengan lelaki yang akan didatangkan di rumahnya tersebut, merupakan bagian dari proses pengobatan dirinya.
"Kalau kau mengabdi dengan Mas, sayang dengan Mas, ingin mengobati menyembuhkan penyakit yang sangat menyedihkan ini, kau pasti bersedia. Jangan anggap ini penghianatan, tetapi pengobatan. Bukankah di dalam Agama, barang haram pun bisa dihalalkan, jika diperlukan secara darurat untuk pengobatan?"
Oh ini salah satu argumentasi hebatnya melemahkan hati sang istri. Setelah beberapa hari membujuk, Sumiati akhirnya bersedia. Budiarta gembira sekali. Dia sudah memilih seorang gigolo, sang Pejantan untuk merangsang habis Sumiati, sementara dia akan mengintip perbuatan mereka. Syaratnya, lelaki itu meskipun telanjang, dan mungkin akan sangat terangsang, tidak boleh sampai menyetubuhi istrinya. Dia sendiri sudah mengingatkan Sumiati, untuk benar-benar bisa menghayati dan melayani rangsangan si lelaki.
"Kalau kau tidak mampu terangsang, karena takut, atau hatimu diam-diam menolak, maka nafsu dan punya Mas juga tetap tidak akan bangkit secara sempurna. Bahkan malah tambah payah karena Mas merasa bersalah. Kau harus benar-benar menganggap lelaki itu suami sementara untuk pengobatan Mas. Kau paham?" kata Budiarta menjelang pelaksanaan terapi seks tersebut.
Lelaki yang dipanggil Budiarta secara khusus itu, adalah seorang pria 27 tahun yang cukup ganteng, dengan tubuh kekar dan memiliki segalanya untuk bisa memuaskan seorang wanita. Badannya berbulu, beralis lentik, dengan kumis agak tebal di bawah hidung mancung yang menjadikan ciri keturunan Arabnya cukup kentara. Namanya Arman. Jantung Sumiati berdebar kencang menyaksikan kehadiran pria tersebut. Seseorang yang tidak bisa dia sangkal, sangat, sangat, sangat menarik, lembut dan sopan. Seseorang yang akan merangsangnya dalam kondisi sama-sama telanjang bulat berduaan di dalam kamar yang akan dikunci si lelaki dari dalam, sampai kemudian pintu kamar itu kembali dibuka waktu suaminya mengetuk dari luar.
Kepada istrinya, Budiarta menyatakan akan pergi keluar rumah kira-kira setengah jam, baru kemudian datang lagi dan menunggu penisnya bisa bangkit dengan menyaksikan keduanya bergulat dari balik pintu. Sebenarnya tidak persis begitu. Budiarta tidak benar-benar pergi, namun sekedar mengesankan keluar rumah dengan cara menutup daun pintu dari luar, tetapi segera balik lagi dan mulai melakukan pengintipan dari lubang yang secara diam-diam telah dibuatnya tanpa setahu Sumiati.
Sumiati benar-benar melayang hanyut. Dengan gemetar, dia membalas pagutan dan rangsangan Arman yang terasa sangat ahli itu. Berulangkali dia hampir orgasme dengan kepiawaian foreplay sang Pejantan, namun digagalkan si lelaki lewat cara yang juga piawai. Sepanjang proses perangsangan itu sendiri, tidak hentinya Arman melontarkan bisikan-bisikan mesra, penuh sensasi dan sanjungan yang membuat Sumiati semakin melayang.
"Kau cantik, tubuhmu harum merangsang. Oh.. susumu kenapa begini padat dan menantang? Dan inimu.. ini clitorismu.. keras sekali.. bagaimana perasaanmu? Kau terangsang sayang?" bisik Arman.
"I.. iiya.."
Dengan mata melotot dan nafas memburu, Budiarta menyaksikan bagaimana istrinya mengerang dan menjerit oleh remasan, pijatan, usapan tangan, maupun permainan lidah serta hisapan dan jilatan sang Pejantan.
Arman kadang juga menggunakan kaki dan dengkulnya, gosokan dadanya yang penuh bulu, untuk menambah sensasi dan rangsangan terhadap Sumiati. Terlihat sekali, Arman terangsang dengan aroma seks yang ditebarkan wanita di depannya. Bau khas tubuh Sumiati membuatnya bagai mabuk. Sementara kejutan-kejutan alamiah di beberapa bagian otot tubuh Sumiati meyakinkannya tentang virginitas wanita ini, seperti memang sudah diceritakan Budiarta. Saat pria itu melepas celananya, telanjang bulat sama sekali, mata Budiarta tambah melotot. Luar biasa. Penis itu demikian besar dan kerasnya sehingga masih mampu tegak ke atas, ketika Arman berdiri. Oh itu tidak boleh terjadi jika lelaki bayaran itu merenggut keperawanan Sumiati yang sudah menjadi miliknya. Tetapi dia percaya, si lelaki tidak akan melanggar kontrak dengan bayaran mahal ini.
Budiarta menyaksikan Arman mendudukan Sumiati yang kelihatan sangat terangsang dan terkesan menjadi liar dan buas itu di tempat tidur. Dia sendiri berdiri di lantai. Penis besarnya kemudian diarahkan ke mulut Sumiati. Tanpa diminta dua kali, Sumiati yang mengira suaminya masih pergi, kemudian menjilat, mengulum, lalu menghisap benda yang sudah lama diidamkannya itu. Sangat rakus!
"Oh.. besar.. besar sekali.. punyamu besar," bisiknya bagai orang mengigau.
Budiarta melihat air liur istrinya bertitikan di buah dadanya sendiri dengan kedua putingnya terlihat demikian tegang. Tidak hanya itu, Sumiati terlihat juga mulai menjilati seluruh bagian kelamin Arman. Seperti kedua kantung testikelnya yang berganti-ganti dijilat dan disedotnya. Kemudian kedua lipatan pahanya.
Yang membuat Budiarta terpesona, dalam melakukan perbuatan itu, adalah Sumiati terus berusaha memandang wajah Si Lelaki, seperti ingin mengetahui, bagaimana reaksi yang muncul dari perbuatannya. Dan setiap Arman menjerit keenakan entah disengaja atau tidak, Sumiati juga ikut mengerang dengan mulut penuh itu, karena terangsang. Sumiati, si istri yang selama ini demikian pemalu, lugu, tertutup, penuh pengabdian, seperti telah berubah total. Budiarta menyaksikan bagaimana istrinya itu menarik tubuh Arman untuk ditelentangkan di tilam, lalu menjilati seluruh tubuh pria yang baru dikenalnya itu, kemudian menghisap dan mengocok penis besar si pria keturunan Arab yang kelihatan perkasa. Dia tidak mendengar bagaimana bisikan-bisikan yang dilakukan keduanya.
"Mbak Sum kau ahli.. hisapanmu hebat.. ohh yahh.. kau pintar.. kau ingin itu? Kau mau punyaku?" bisik Arman.
"Mau.. kau punya besar.. aku mau..," bisik Sumiati diantara kesibukan menghisapnya.
Jelas itu ungkapan bawah sadarnya. Kocokan tangan Sumiati demikian cepat, membuat Arman menoleh ke arah pintu seperti ingin mengetahui bagaimana kondisi Budiarta. Pantatnya diangkat, menahan kenikmatan dari permainan si wanita yang kelihatan sudah bagai orang kalap akibat nafsu. Lelaki yang sangat berpengalaman dengan ratusan bahkan ribuan wanita ini menggeliat-geliat ingin melepas bendungan di dirinya.
Di luar, Budiarta tiba-tiba merasakan celana dalamnya mengetat. Penisnya bangkit! Oh cukup keras dan menggetarkan. Inilah saatnya. Pintu segera dia ketuk, bersamaan dengan pekikan Arman yang menggeliat-geliat dengan bagian kepala penis besarnya memenuhi seluruh mulut Sumiati. Wanita ini seperti mengerang dan dengan rakus menyedot serta menghisap habis tanpa sisa, sperma yang secara keras kemudian disemprotkan dari mulut penis Arman. Budiarta mengetuk lebih keras pintu itu. Arman segera melompat bangkit. Membukakannya, dimana Budiarta kemudian langsung menerobos masuk, menindih istrinya yang penuh keringat, kemudian mulai mengambil apa yangmenjadi haknya. Menikmati keperawanan Sumiati, menembus selaput daranya. Sumiati sendiri, bagai orang kesetanan, menyambut sergapan suaminya dengan jalan mengangkangkan pahanya lebar-lebar, menunjukan belahan bibir kelaminnya yang besah dan merah. Dia sudah kehilangan rasa maludengan kehadiran orang ketiga di dalam kamarnya. Arman sendiri, sesuai perjanjian yang telah disepakati, segera keluar. Ketika dia menutup pintu, terdengar jeritan kesakitan bercampur nikmat yang sangat merangsang dari mulut Sumiati.
TAMAT